Tuesday, February 5, 2008

Induk Ayam dan Musang

Pada jaman dahulu kala, di sebuah kerajaan, tersebutlah sebuah kerajaan yang dipimpin oleh seorang raja yang adil dan bijaksana. Selain bijak sana, raja tersebut juga penyayang binatang. Raja tersebut memiliki banyak peliharaan. Diantara banyaknya peliharaan raja ini, ada satu yang paling disayanginya, yaitu seekor induk ayam dan 9 anaknya.

Induk ayam dan 9 anaknya ini sangat disayangi raja. Mereka diberi makan teratur oleh pihak istana sehari tiga kali. Setiap pagi, siang dan malam, mereka diberikan makanan yang lezat-lezat. Setelah makan pagi, mereka diperbolehkan bermain di sekitar wilayah kerajaan. Dan mereka bermain dengan sangat gembira..

Hari ini, matahari bersinar terang. setelah makan pagi induk ayam kembali mengajak kesembilan anaknya bermain. Kali ini mereka mendapat ijin dari raja untuk bermain di luar istana. Betapa senang hati mereka, dan merekapun segera berangkat untuk bermain.

Tanpa terasa, hari sudah semakin siang. Tanpa terasa mereka sudah semakin jauh dari istana. Langit pun mulai mendung, angin bertiup kencang dan udara terasa dingin.pertanda hari akan hujan. Anak-anak ayam mulai diliputi ketakutan.

“Aduh ibu, bagaimana ini?”
“Tenang nak, tidak usah takut. Hujan adalah rahmat dari Yang Mahakuasa. Bukan untuk ditakuti. Nampaknya malam ini kita harus bermalam di hutan. Kalian tunggu disini sebentar. Ibu akan melihat apakah ada dangau di sekitar sini untuk bermalam.”

Maka, naiklah si induk ayam ke sebuah dahan yang agak tinggi. Dilihatnya sekeliling untuk mencari apakan ada dangau yang dapat menjadi tempat untuk tidur malam ini. Di kejauhan dilihatnya sinar lampu damar yang keluar dari jendela sebuah dangau.

“Ada! Disana anak-anak! Ayo kita kesana!”

Berjalanlah mereka menuju dangau yang dimaksud. Sementara langit semakin gelap, hujan akan segera turun. Induk ayam memerintahkan anak-anaknya untuk berjalan lebih cepat.

Di sebuah kelokan, induk ayam melihat sebuah gerakan yang mencurigakan. Dilihatnya ke belakang sejenak. Ternyata mereka diikuti oleh seekor musang. Di suruhnya anak-anaknya bergegas.

Ketika mereka sampai di dangau, hujan pun turun. Di pojok dangau, terlihat sebuah peti yang tergeletak di atas kuda-kuda dapur yang dinaungi dahan kayu menteru yang berdaun rimbun. Segera induk ayam menyuruh anak-anaknya naik ke atas peti.

Setelah malam, hujanpun berhenti, Induk ayam tetap terjaga, sementara ke sembilan anak-anaknya sudah tertidur. Induk ayam menduga, saat hujan berhenti musang tersebut akan langsung menerkam mereka.
“Wah, berbahaya ini, akan kupancing musang itu untuk mengetahui di mana dia berada.”

Maka, berteriaklah induk ayam.
“Sabai, sabai musang. Kemarilah. Kita berbagi tempat tidur. Di sini kering dan masih cukup tempat untuk kita bersama-sama.”
Namun, tidak ada jawaban. Maka si induk ayam memancing sekali lagi,
“Jangan tidur di bawah pohon sabai. Nanti engkau sakit!”

Pancingan induk ayam berhasil. Si musangpun menjawab, “Tidak sabai, tidak basah. Saya ada di balik para-para dapur. Di sini kering dan cukup hangat. Biar saya disini saja.”

Induk ayam dapat menduga niat jahat musang. Dia tetap terjaga. Ketika malam semakin larut. Apa yang dicurigai oleh induk ayam segera nampak. Ia mendengar suara kaki musang bergeser.

“sabai, sabai musang belum tidur?”
Musang terkejut, “hah, belum tidur dia, pikirnya.
"Belum Sabai" jawabnya. "Sabai sendiri kenapa belum tidur”
Induk ayam segera membangunkan anak-anaknya secara diam-diam, karena ia yakin musang tersebut akan segera melaksanakan niatnya.“belum sabai, perut saya sakit, mungkin karena makan siang terlalu banyak tadi. Kalau anak –anak saya, sejak tadi mereka sudah terlelap”

Induk ayam memerintahkan anak-anaknya untuk berdiri sesuai usianya dan diatur melompat dari peti satu persatu sesuai perintahnya.

“Suara apa itu sabai?” ujar musang.
“Oh, itu suara daun menteru yang jatuh tadi.” Satu persatu anaknya meompat.
“Itu, suara apa lagi yang sabai”.
“sama, suara daun”
“Daun yang jatuhnya banyak juga ya?”

Hingga kini tinggalah si sinduk ayam sendirian.Segera diambilnya asahan yang terletak di bawah peti, dan di selimutinya. Kemudian ia pun melompat dan menyusul anak-anaknya meninggalkan dangau tsb. Musang yang tidak mendengar suara apa-apa, segera mengira induk ayam tsb sudah tidur.

“Sabai…sabai…. Sudah tidur ya?” Saya juga ngantuk sabai!”. Katanya seraya berjinjit mendekati induk ayam tersebut. “wah, itu dia sudah tidur. Diselimuti jerami dan tidak bergerak lagi. Makan enak saya malam ini” Gumanya kepada diri sendiri. Tak lama kemudian, ia mengambil ancang-ancang untuk menerkam induk ayam tsb.dan langsung m,elompat ke arah sasaran. Namun alangkah kagetnya dia karena giginya langsung sakit karena terkaman dan pangutannya menyentuh benda keras. “Aduh, sakit! Aduuuh...gigiku tanggal pula!.” Sambil melompat pergi ia meraung-raung kesakitan.
---

Keesokan harinya, sampialah induk ayam dan kesembilan anaknya di kerajaan. Kepada raja diceritakanlah oleh induk ayam tentang kejadian tersebut. Betapa marahnya raja, segera diperintahkannya agar semua musang di seluruh kampong dikumpulkan di balairung.

“wahai, musang-musang. Hari ini, saya akan mengajak kalian bergembira. Saya sudah menyediakan hidangan yang lezat dan minuman yang enak untuk kalian santap. Ayo kita makan.”

Dan semua musang pun makan, namun alangkah kagetnya raja karena ada satu musang yang tidak makan.”kenapa kau tidak makan musang?”Musang tersebut diam. “Kenapa kau diam saja? Jawablah! Kenapa kau tidak makan?”
Baru si musang hendak menjawab, raja melihat keempat gigi depannya yang tanggal.
Maka, segeralah raja tahu bahwa itulah musang yang mengganggu induk ayamnya. Lalu Raja memerintahkan perajurit untuk menangkap sang musang dan memberikan hukuman.

Sumber: Legenda Asli Rakyat Lampung

1 comment:

strawberry jam said...

ijin share yaa. untuk bahan dongeng dirumpin akyuu.. masih.